Rabu, 23 Februari 2022

Oleh: Sayyid Seif Alwi
_

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Mujadalah ayat 11: 

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ

"Allah SWT akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu oleh Allah beberapa derajat."

Dalam Kitab Adabul Ilmi wal Muta'allim karya Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari menyatakan bahwa di dalam ayat tersebut terkandung makna bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu (yakni para ulama) pada tingkatan kemuliaan. Sebab, pada para ulama terkumpul ilmu dan amal.
 
Sahabat Ibnu Abbas RA mengatakan:

دَرَجَاتِ الْعُلَمَاءُ فَوْقَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِسَبْعِ مِائَةِ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ خَمْسُ مِائَةِ عَامٍ

"Para ulama mempunyai derajat di atas orang-orang mukmin biasa dengan selisih 700 derajat, yang mana jarak di antara dua derajat itu seukuran 500 tahun perjalanan".

Dibandingkan dengan seorang mukmin biasa, orang alim jauh lebih tinggi derajatnya sekitar 700 tingkat. Di mana antara tingkat yang satu dengan yang lain berjarak sejauh 500 tahun perjalanan. 

Allah SWT berfirman:

شَهِدَ اللّٰهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ 

"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, demikian pula para Malaikat dan orang berilmu."
(QS. Ali Imran : 18)

Dalam ayat di atas, Allah memulai dengan menyebut zat-Nya sendiri, kemudian para malaikat dan setelahnya menyebutkan para ahli ilmu. Maka, cukuplah firman ini menjelaskan tentang tingkat kemuliaan para ahli ilmu, agar kita mengerti dan memahami bahwa ulama memiliki tingkatan yang mulia. 

Allah SWT berfirman dalam Surat Fathir ayat 28:

إِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ 

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama."

Yang dimaksud ulama dalam hal ini adalah orang yang luas keilmuannya, serta mampu memahami dan mengamalkan berbagai bidang ilmu.

Kemudian Allah berfirman dalam Surat al-Bayyinah ayat 7:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ 

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk."

Kedua ayat di atas saling bersinergi untuk menjelaskan bahwa ulama adalah orang yang paling takut kepada Allah dan sebaik-baik makhluk. Jadi, jika seseorang dalam hatinya masih memiliki rasa takut karena berbuat dosa atau merasa belum taat, serta khawatir belum sempurna mencintai-Nya, maka itulah rasa yang datang dari kalbu orang yang beriman. Namun sebaliknya jika tidak ada kekhawatiran dan rasa takut, maka ia termasuk orang yang dibutakan mata hatinya.  

Apabila seseorang diberikan nikmat berupa jarak yang dekat dengan ulama dan majelis ilmu, namun tetap tak ada rasa keingintahuan dan masih enggan untuk mendatanginya, maka boleh jadi itu azab bagi mereka. 

Merupakan azab yang besar ketika dalam jiwa tidak pernah ada rasa takut kehilangan agama. Allah biarkan berada dalam maksiat, dijauhkan dari kebaikan, dijauhkan dari ilmu, hingga tidak ada pembimbing dalam hidup dan akhirnya terjerembab dalam kefasikan dan kemunafikan.

Nabi SAW bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللّٰهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik, maka Allah akan membuat ia paham dalam agama."

Artinya, siapa saja istiqamah menuntut ilmu agar faham agama, maka hakikatnya dia diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi orang yang baik. Sebaliknya, orang yang jauh dari majelis ilmu, walaupun mengaku dan mencitrakan di dunia maya bahwa dirinya baik, belum tentu bisa dikatakan baik. Karena, dengan menjauh dari majelis ilmu, sama saja dengan menjauhi ajakan-ajakan untuk melakukan kebaikan, menjauh dari mengingat dan mengagungkan Allah, serta menjauh dari mempelajari ilmu-ilmu yang mendekatkan pada Allah.

Orang yang menjauh dari majelis ilmu akan digolongkan seperti yang digambarkan dalam Al-Qur'an:

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ ٱلرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَٰنًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

"Barangsiapa yang berpaling dari mengingat-Ku Dzat Yang Maha Rahman, maka kami biarkan baginya setan menjadi teman yang selalu menyertainya." (Q.S. Az-Zukhruf: 36)

Berbeda halnya dengan orang yang senang duduk di majelis ilmu, seperti yang digambarkan Rasulullah SAW:

إِنَّ لِلّٰهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ

"Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan, dan mencari-cari perkumpulan-perkumpulan dzikir (termasuk mempelajari penjabaran Al-Qur'an dan Sunnah)."

Maka, datanglah ke ulama dan majelis ilmunya dengan penuh adab dan mahabbah (rasa cinta), dengan niat belajar memahami agama dan ingin dibimbing menjadi pribadi yang benar, serta ingin meraih berkah dan rida Allah SWT.

Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan, karena pengamalan merupakan buah dari ilmu itu sendiri. Siapa yang memperoleh ilmu serta mengamalkannya, akan bahagia dan beruntung. Jika tidak, maka bersiaplah hidup dalam kehinaan di dunia dan di akhirat. 

وَاللّٰهُ اَعْلَم بِالصّواب

_

Taklim Malam Jumat, 28 Oktober 2021 

Jurnalis: Elghe
Editor: Shinta
Cover: Tikha

LINK SIARAN LANGSUNG:
https://www.facebook.com/ahbaburrosul.indonesia/videos/386243156265008/

LINK CATATAN ASLI:
https://www.facebook.com/199339780664954/posts/999499503982307/

Silahkan copas dan repost tanpa merubah isi dan redaksi tulisan,  terima kasih

0 komentar:

Posting Komentar

BERSYUKURLAH KEPADA SUAMI karena ALLOH,,,,,,,,,,,,,,,,

 o0o_بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم_ oOo BAHAGIA itu,,, sangat SEDERHANA (31) oOo السلام عليكم ورحمة الله وبركاته oO...