Sujud sahwi berasal dari kata sujud dan sahwi. Sahwi berasal dari kata sahw berarti lupa atau lalai terhadap sesuatu dan berpaling darinya.
Adapun menurut istilah syar’i adalah dikerjakan pada akhir salat atau sesudah salat untuk menutup kekurungan karena meninggalkan perkara yang diperintakan, atau melakukan sesuatu yang dilarang tanpa sengaja. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.
إِذَا نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
“Jika adzan dikumandangkan, setan lari terkentut-kentut hingga tidak mendengar azan. Jika azan telah selesai, ia datang lagi. Jika iqamat dikumandangkan ia pergi lagi. Jika selesai iqamat ia datang lagi untuk melintasi antara seseorang dengan jiwanya seraya mengatakan, ‘Ingatlah ingatlah!’ Bahkan, terhadap hal-hal yang sebelumnya tidak diingatnya. Hingga seseorang lupa sudah berapa rakaat shalatnya. Jika seseorang di antara kalian tidak tahu berapa rakaat ia salat, hendaklah ia sujud dua kali dalam keadaan duduk.” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hal yang Menyebabkan Sujud Sahwi
Penyebab sujud sahwi secara syar’i dibagi menjadi empat bagian, yaitu terjadi kekurangan rakaat, terjadi kelebihan rakaat, tidak atau terlupa tasyahud awal dan adanya keraguan.
Berikut penjelasannya:
1. Jika seseorang salat meninggalkan salah satu rukun dalam salat karena lupa, kemudia ia ingat sebelum memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, ia harus kembali kepada rukun tersebut untuk mengerjakannya dan mengerjakan rukun rukun yang lain.
Kemudian, di akhir salat ia melaksanakan sujud sahwi. Namun, jika ia ingat telah meninggalkan rukun setelah ia memulai bacaan pada rakaat selanjutnya, salatnya menjadi batal dan ia harus mengulangi salatnya serta menyempurnakannya.
2. Jika seseorang meninggalkan tasyahud awal karena lupa memungkinkan untuk mendapatinya, misalnya bangkit dari tasyahud seketika ingat dan belum sempurna berdirinya, hendaklah ia duduk untuk tasyahud awal dan ia tidak perlu sujud sahwi. Namun, jika ia telah berdiri sempurna dan baru ingat tasyahud awalnya terlewat, maka gugurlah pelaksanaan tasyahud awalnya dan ia melanjutkan salatnya serta melakukan sujud sahwi.
Sabda Rasulullah saw,
“Jika salah seorang di antara kalian berdiri dari rakaat kedua, tetapi belum sempurna berdirinya, duduklah dan jika berdirinya sudah sempurna, janganlah ia duduk, kemudian sujud sahwilah dua kali sujud” (HR Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
3. Jika seseorang ragu-ragu dalam bilangan rakaat salatnya, misalnya tiga atau empat rakaat, hendaknya ia mengingat-ingat salatnya, kemudian memilih yang mana lebih kuat dan lebih yakin menurutnya. Namun, jika tidak ada keyakinan untuk itu, ia diperbolehkan memilih di atas keyakinannya yang paling sedikit diantara keduanya (tiga), kemudian ia sujud sahwi di akhir salatnya.
Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abdulrahman bin Auf yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“Jika seseorang di antara kalian lupa dalam shalatnya, kemudian ia tidak tahu apakah ia salat satu rakaat atau dua rakaat, hendaklah ia memastikan satu rakaat. Jika ia tidak mengetahui apakah dua rakaat atau tiga rakaat hendaklah ia memastikan dua rakaat. Jika ia tidak mengetahui tiga rakaat atau empat rakaat hendakalah ia memastikan tiga rakaat. Kemudia ia sujud sahwi sebelum salam” (HR Turmudzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi
Dalam pelaksanaannya para ulama berbeda pendapat tentang pelaksanaan sujud sahwi, sebelum salam atau sesudah salam.
1. Sujud sahwi dilaksanakan sebelum salam. Ini pendapat Abu Hurairah, Makhul, Az-Zuhni, Ibnul
Musayyab, Rabi’ah, Al-Auza’I, dan Al-Laits.
2. Sujud sahwi dilaksanakan sesudah salam. Ini pendapat Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Mas’ud,
Anas, Ibnu Az-Zubair, dan Ibnu Abbas. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ali, Ammar, Al- Hasan,
An-Nakha’I, Ats-Tsauri, serta merupakan mazhab Abu Hanifah dan para sahabatnya.
Ibnu Taimiyah berpendapat dengan berdasarkan kumpulan-kumpulan nash yang ada, sujud sahwi
dibedakan antara kelebihan dan kekurangan, antara keraguan dan mengingat-ingat, atau antara
ragu-ragu dan yakin. Beliau membedakan pelaksanaan sujud sahwi ke dalam beberapa bagian:
Pertama, jika berkenaan dengan kekurangan, seperti tidak tasyahud awal, hal ini memerlukan penambal dan penambal itu dilakukan sebelum salam agar salatnya menjadi sempurna.
Kedua, jika berkenaan dengan kelebihan, seperti rakaat, hendaknya jangan sampai mengumpulkan dua tambahan dalam satu salat. Oleh karena itu, sujud sahwi ilaksanakan setelah salam karena hal itu dapat membuat setan marah.
Ketiga, jika berkenaan dengan ragu atau mengingat-ingat, orang yang salat sesungguhnya telah menyempurnakan salatnya, dua sujud itu hanya untuk membuat setan marah sehingga dilakukan setelah salam.
Hukum Sujud Sahwi
Mengenai hukum sujud sahwi para ulama berselisih menjadi dua pendapat, ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati adalah pendapat yang menyatakan wajib. Hal ini disebabkan dua alasan:
- Dalam hadits yang menjelaskan sujud sahwi seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah wajib.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukan sujud sahwi –ketika ada sebabnya- dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya.
sumber : http://www.islamnyamuslim.com/
Mungkin lafadz yg benar
BalasHapusسبحان من لا ينام ولا يسهو