Selasa, 15 Agustus 2017

oleh Al-Habib Luthfi Bin Yahya

Dalam perjalanan mencari ilmu, Guru Mulia Habib Lutfi Bin Yahya - Pekalongan berjumpa dengan seorang Kyai Sepuh. Habib muda terheran-heran ketika menyaksikan akhlak Kyai Sepuh yang luar biasa. Yakni, ketika dhahar, ada butiran nasi yang terjatuh lalu dipungut dan dikembalikan ke piring untuk dimakan kembali.

“Kenapa harus diambil, Yai. Kan cuma nasi sebutir,” ujar Habib muda penasaran.

“Lho, jangan dilihat sebutir nasinya, Yik. Apa kamu bisa bikin nasi sebutir ini, bahkan seper seribu menir saja?” 

Deg. Terdiamlah Habib muda tersebut. Kyai Sepuh melanjutkan, 

“Ketahuilah, Yik. Pada saat kita makan nasi, sesungguhnya Gusti Allah telah menyatukan banyak sekali peran. Nasi itu namanya Sego Bin Beras Bin Gabah Al Pari. Mulai dari mencangkul, menggaru, meluku, menanam benih, memupuk, menjaga hama hingga memanen ada jasa banyak sekali orang. 
Kemudian mengolah gabah menjadi beras, dari beras menjadi nasi juga banyak sekali peran hamba Gusti Allah di sana.”

“Ketika walau ada satu butir nasi, atau menir sekalipun jatuh, ambillah. Jangan mentang-mentang kita masih banyak cadangan nasi. Itu bentuk dari takabur, dan Gusti Allah tidak suka dengan manusia yang takabur. 
Selama jatuh tidak kotor dan tidak membawa mudlorot bagi kesehatan kita, ambillah satukanlah dengan nasi lainnya, sebagai bagian dari syukur kita”.

Habib muda pun menyimak lebih dalam.

“Karena itulah ketika akan makan, diajarkan doa: Allahumma bariklana (Ya Allah semoga Engkau memberkati kami). Bukan Allahumma barikli (Ya Allah semoga Engkau memberkatiku), walaupun sedang makan sendirian. 

“Lana” itu maknanya untuk semuanya: 
Mulai petani, pedagang, pengangkut, pemasak hingga penyaji semuanya termaktub dalam doa tersebut. Jadi dalam doa tersebut, merupakan ucapan syukur serta mendoakan semua orang yang berperan dalam kehadiran nasi yang kita makan.”

“Dan satu lagi, mengapa wong makan kok ada doa: Waqina ‘adzaban nar (Jagalah kami dari siksa neraka). Apa hubungan, makan kok dengan neraka? Kan gak nyambung.”

“Inggih Yai. Kok bisa ya?” tanya Habib muda penasaran.

“Begini, Yik. Kita makan ini hanya wasilah. Yang memberi kenyang itu Gusti Allah. Kalau kita makan dan menganggap bahwa yang mengenyangkan kita adalah makanan yang kita makan, maka takutlah, itu akan menjatuhkan kita dalam kemusyrikan. Dosa terbesar bagi orang beriman.”

“Astaghfirullahal ‘adhim...” batin Habib muda, tidak menyangka maknanya sedalam itu. 

“Bayangkan saja, Yik. Demikian juga jika kita makan dan minum tapi tidak dijadikan hilang rasa lapar dan terhapus dahaga kita karena tidak dikendaki Gusti Allah, apalah jadinya?” 

“ Inggih, Yai” 

sumber WA grup Al-Fathoniyah (Guru Mulia Maulana Habib Lutfi Bin Yahya-Pekalongan)

0 komentar:

Posting Komentar

BERSYUKURLAH KEPADA SUAMI karena ALLOH,,,,,,,,,,,,,,,,

 o0o_بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم_ oOo BAHAGIA itu,,, sangat SEDERHANA (31) oOo السلام عليكم ورحمة الله وبركاته oO...