Rabu, 11 Desember 2013

  
Multajam
Multazam menurut bahasa, artinya pasti. Multazam berada antara rukun Hajar Aswad  dan pintu Ka’bah yang mulia. Tempat inilah yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai tempat yang palin Mustazab untuk berdo’a dengan sabdanya:
 Rasulullah SAW bersabda, “Multazam adalah tempat berdoa yang mustajab (terkabul) , tidak seorang pun hamba Allah yang berdoa di tempt ini tanpa terkabul permintaannya”.
 Seorang Musafir Mujahid Berkata, “ apa yang ada di antara pintu Ka’bah dan Rukun Hajar Aswad itu disebut dengan Multazam. Jarang sekali seseorang yang memohon sesuatu kepada Allah dan berlindung kepada-Nya dari sesuatu, kecuali Allah akan mengabulkannya”.
Rukun Yamani
Rukun Yamani adalah rukun Ka’bah yang menghadap kearah Yaman yang sejajar dengan Hajar Aswad. Rukun ini berada di atas pondasi-pondasi Baitullah yang di tinggikan Nabi Ibrahim dan Ismail. Oleh sebab itulah, Abdullah bin Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah tidak pernah menyentuh kecuali Hajar Aswad dan Rukun Yamani. Sudut ini sangat penting artinya bagi keistimewaan Ka’bah, karena setiap orang yang thawaf disunnatkan menyalami atau mengusap dengan tangan kanan jika tidak berdesakan atau disunnatkan melambaikan tangan kanan kearah sudut ini seraya mengucapkan:  Bismillahi Allahu Akbar.
Tempat ini adalah salah satu tempat dikabulkannya do’a. Mujahid berkata: “barang siapa meletakan tangannya dii di Rukun Yamani kemudian dia berdo’a maka Allah akan mengabulkan do’a-nya”. Dalam sunnah Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah selalu berdo’a saat barada di Rukun Yaman dan di Hajar Aswad dengan membaca:

 Dan di antara mereka ada orang yang bendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”
(QS. Al-Baqarah – 201)
Maqom Ibrahim
Kata Maqam memiliki beberapa arti, namun yang dimaksudkan disini adalah Maqam yang berarti tempat pijakan orang berdiri. Adapun Maqam Ibrahim adalah batu yang digunakan Nabi Ibrahim AS, untuk berpijak pada waktu beliau membangun Ka’bah.
Salah satu keistimewaan batu Maqam Nabi Ibrahim (dan Hajar Aswad) adalah pemeliharaan Allah agar tidak disembah oleh orang-orang musyrik, sehingga ketika Islam datang, salah satu ajarannya adalah menganjurkan umatnya mencium dan menghormati kedua batu itu sebagai bukti kebesaran Allah yang ada di muka bumi ini, dengan mengambil tempat shalat didekatnya yaitu antara Ka’bah dan Maqam Ibrahim. Shalat di sini umatnya dilakukan setelah melakukan thawaf sebagai shalat sunat thawaf dan setelah itu bacalah do’a dengan kusyu agar Allah mengabulkannya.
Beberapa keutamaan Maqam Ibrahim
  1. dijadikan tempat shalat
  2. ia adalah yaqut dari surga
  3. tempat dikabulkannya do’a
Imam Hasan Al-Bashri dan yang lainnya dan kalangan ulama mengatakan bahwa di belakang maqam itu mustajab.
Hijir Ismail
Hijr Ismail adalah bangunan terbuka yang berbentuk ½ lingkaran. Disebut Hijr Ismail, karena dalam sejarahnya Nabi Ibrahim pernah membuat satu tempat berteduh yang terbuat dari pohon arok di samping Ka’bah yang ditempati oleh Ismail dan ibunya Siti Hajjar juka ingin shalat di dalam Ka’bah, cukup shalatlah di dalam Hijr Ismail.
Shalat di Hijr Ismail adalah sunnah yang berdiri sendiri dalam arti tidak ada kaitannya dengan thawaf atau umrah, haji dan ibadah lainnya.
Zamzam
Dalam sejarah dikisahkan, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Siti Hajjar ibunya datang ke Makkah. Nabi Ibrahim hanya meninggalkan kurma dan air untuk keduanya. Kemudian dia kembali ke Palestina. Tatkala bekal itu habis, keduannya merasakan haus yang sangat. Maka, berangkatlah Siti Hajar ke Shafa dan berdiri di sana dengan harapan melihat seseorang di tempat itu.
Demikianlah dia berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa. Pada saat lari yang ke 7 dia mendengar suara orang yang memanggil-mangil, padahal di sekitar tempat itu tidak ada orang kecuali beliau dan Ismail yang masih bayi, lantas ia berseru, “Aku dengar suaramu tolonglah aku kalau engkau orang baik”. Munculah Malaikat Jibril kemudian menghentakkan tumitnya di tanah, lalu memancarlah air di tempat itu dan dengan tergesa-gesa Siti Hajar membendungi air dengan tanah dan pasir agar tidak mengalir ke mana-mana. Maka disebutlah air itu dengan nama Zamzam berarti air yang gemercik tapi terkumpul.
Air Zamzam sengaja dikumpulkan oleh  Allah SWT. mula-mula kepada Ismail dan Ibunya Siti Hajar, kemudian oleh mereka berdua diberikan kepada siapa saja yang memerlukan. Ini terbukti setelah beberapa hari Siti Hajar dan anaknya tinggal di dekat air itu, datanglah kepadanya dua orang dari suku Jurhum yang mewakili bangsanya untuk berkenalan sekaligus meminta izin untuk memanfaatkan air, dengan senang hati menerima mereka dan akhirnya menjadi sekumpulan masyarakat baru di sekitar mata air Zamzam dan akhirnya menjadi sebuah kota yang amat ramai.
 Diantara faedah air zamzam adalah:
1.     Syaba’ah, artinya kenyang, karena setelah minum air Zamzam menjadi kenyang.
2 .    Murwiyah, artinya segar, karena air zamzam dapat mengilangkan rasa dahaga dan menjadi segar.
3.    Nafi’ah, artinya bernanfaat, karena sangat banyak manfaatnya: diantaranya menguatkan hati dan menenangkan rasa takut.
4.     Afi’ah, artinya sehat, karena air Zamzam diminum dapat menagkal / menolak penyakit.
5     Maimunah, artinya barokah, karena keberkahan air zamzam sangat dirasakan.
6     Barrah, artinya memiliki kebaikan, karena air zamzam sangat baik bagi orang yang meminumnya untuk memperoleh keberkahan.
7.     Madhmunah, artinya bagus, karena indahnya air zamzam maka Allah melarang satu kaum dari bangsa Arab tinggal di sekitarnya karena berbuat maksiat.
8.    Kafiyah, artinya mencukupi, karena orang meminum air zamzam merasa cukup / puas.
9.     Mu’dzibah, artinya mencegah rasa dahaga karena air zamzam mengandung rasa antara manis dan tawar.
10.    Syifa Saqamin, artinya menyembuhkan penyakit, karena air zamzam dapat menjadi obat dan penyakit yang diderita seseorang.
11.   Hazamtu Jibril, artinya injakan atau tekanan turun Malaikat Jibril. Disebut demikian karena air zamzam keluar dengan perantaraan tumit kaki Jibril.
12.    Maffurah, artinya ampunan, karena orang yang meminumnya diampuni dosanya.
Minum air zamzam sehabis thawaf mengingatkan kapada ni’mat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Yang mengalami kesulitan, sekaligus mensyukuri nikmat Allah yang amat besar di bumi Makkah yang sangat tandus, tanpa tumbuh-tumbuhan itu, serta menanamkan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan Maha Pemurah, Maha Kaya dan Maha Mendengar do’a yang berdo’a :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Se- sungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.  (QS. Ibrahim – 7)
 Dan dalam do’a nabi sulaiman AS, seperti dalam ayat Al-qur’an :

 maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo’a: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni’mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.  (QS. An-Naml – 19)
 Pelaksanaan Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah melestarikan pengalaman Siti Hajar r.a (Ibu Ismail AS) ketika mondar-mandir antara kedua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan puteranya, disaat beliau kehabisan air, ditempat yang sangat tandus, dan tiada seorangpun dapat dimintai pertolongan. Nabi Ibrahim AS tidak berada di tempat, berada di tempat yang sangat jauh di Syam. Kasih sayang seorang ibu yang mendorong Siti Hajar Mondar-mandir hingga 7 kali pulang balik antara bukit Shafa dan Marwah itu. Jarak antara bukit Shafa dan Marwah adalah kurang lebih 400 meter.
Dan diantara hikmah yang perlu dicerna dalam pelaksanaan Sa’i memberikan setiap makna sikap optimis dan usaha yang keras serta penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT. Kesungguhan yang dilakukan Siti Hajar dalam mencari air sebagai nyawa kehidupan membuat ia mampu 7 kali mondar-mandir antara bukit Shafa dan Marwah. Hal ini memberi arti bahwa hari-hari kita yang berjumlah 7 hari setiap minggunya haruslah diisi dengan penuh usaha dan kerja keras . pekerjaan yang dilakukan dengan sunguh-sungguh sangat disenangi oleh Allah SWT, sebagai mana yang di sabdakan Rasulullah SAW:
 “Bekerja ia melakukan dengan sungguh-sungguh”.
  
Hikmah Berjalan Cepat (Setengah Lari)
 Ramal adalah jalan cepat. Allah mensyariatkannya berjalan cepat secara masal, seperti luapan ombak di tengah lautan luas, maka hal semacam ini menunjukan kekuatan dan kebesaran kaum Muslimin serta keluhuran agama mereka, sekaligus menakut-nakuti orang musyrik dan kafir pada waktu itu. Dan barangkali pada jaman sekarang, kalau berita itu disampaikan kepada umat-umat lain akan meresaplah cahaya iman yang lurus ke dalam hati orang-orang kafir, sehingga mereka akan memeluk Islam dengan senang hati, cinta, hormat dan memuliakannya.

Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah batu berwarna Hitam yang berada di sudut Tenggara Ka’bah. Dalam sebuah riwayat menjelaskan bahwa bagian yang tertanam di Ka’bah adalah putih, seperti yang diriwayatkan oleh Mujahid dalam buku Akhbar Makkah. Ia berkata: “saya melihat rukun (hajar Aswad) tatkala Abdullah bin Zubair membongkar Ka’bah ternyata apa yang ada didalam Ka’bah itu adalah putih”.
Dengan demikian bahwa bagian yang hitam itu disebabkan oleh dosa-dosa dan ini bagian yang tampak dari Hajar Aswad. Dan Ibnu Zhahirah berkata: “Ketahuilah bahwa jika dosa-dosa itu memberi bekas di Hajar Aswad, maka bekasnya didalam hati tentu jauh lebih besar dan lebih berat. Karena itu hendaknya setiap orang menjauhi dosa-dosa itu”.
Hajar Aswad sebagai tanda untuk memulai thawaf dan mengakhirinya. Bangsa Arab Jahiliyah yang melangsungkan ibadah haji  warisan Nabi Ibrahim AS dan dan Nabi Ismail AS itu, betapapun penyimpangan-penyimpangan telah mereka lakukan, namun mereka tetap memelihara keselamatan Hajar Aswad itu sebagaimana yang ditinggalkan oleh pembangun Ka’bah, Nabi Ibrahm AS dan Nabi Ismail AS. Ketika Ka’bah dibangun lagi pada masa Nabi Muhammad SAW, beliau memperoleh kepercayaan untuk membawa Hajar Aswad ke tempat pemasangannya, pada sudut Ka,bah.
Hikmah Mencium Hajar Aswad
 Mencium Hajar Aswad sunnat bagi orang laki-laki. Mencium Hajar Aswad itu mengikuti amaliyah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan juga dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Nilai yang menonjol dalam mencium Hajar Aswad adalah nilai kepatuhan mengikuti sunnat Rasul. Dalam hubungan ini  riwayat tentang sahabat Umar ketika mencium Hajar Aswad mengatakan:
 Umar r.a berkata: “Sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu. Sekiranya aku tidak melihat kekasih ku Rasulullah SAW telah menciummu dan mengusapmu niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu” (HR Ahmad)
 Rasulullah SAW telah  memberikan tuntunan dalam bersikap terhadap Hajar Aswad sangat bijaksana. Jika mungkin, orang thawaf supaya mencium Hajar Aswad. Jika tidak mungkin cukup menyentuhnya denga tangan. Kemudian menyentuh tangannya yang telah menyentuh Hajar Aswad itu. Jika tidak mungkin, cukup beri isyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat yang dibawa kemudian menciumnya.
Dengan demikian mencium Hajar Aswad itu mencerminkan sikap kepatuhan seorang muslim mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Sedang thawaf mengelilingi Ka’bah 7 kali, kecuali mencerminkan sikap kepatuhan, mengingatkan orang yang thawaf bahwa yang membangun Ka’bah adalah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, yang menguatkan keyakinan bahwa Islam yang kita anut ini merupakan kelanjutan dari yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahi AS. Shalat sunnat dua rakaat setelah thawaf di belakang Maqom Ibrahim AS tempat berdiri Nabi Ibrahim ketika membangun Ka’bah) yang dilakukan sebelum mencium Hajar Aswad jika mungkin, juga mengingatkan adanya hubungan agama yang disampaikan Nabi Muhammad SAW dengan agama yang disampaikan Nabi Ibrahim AS. Perbuatan yang dilakukan dalam thawaf makin mengukuh keimanan dan ketauhidan kaum mukminin seta menatapkan ke Isalamannya.
Dalam hadits dijelaskan juga tentang kemuliaan Hajar Aswad :
 “Hajar Aswad itu tangan kanan Allah Azza Wajalla di muka bumi. Allah berjabat tangan dengan makhluk-Nya, seperti seseorang berjabatan tangan dengan saudaranya“.
(HR. Al Khatib dan Ibn ‘Asyakir).

KA’BAH



Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, had-ya , qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Maidah – 97)
 Ka’bah hanyalah tumpukan batu-batu yang berbentu kubus, terletak di tengah-tengah Masjidil Haram. Ka’bah yang dijadikan pusat peribadatan haji itu tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan sisa-sisa penyembahan berhala dikalangan bangsa Arab Jahiliyah. Ka’bah hanyalah lambang yang dijadikan Allah untuk pusat peribadatan haji yang bernilai ketaatan kepada Allah semata-mata.
Manusia adalah makhluk bersimbol. Makhluk yang pandai menggunakan symbol untuk menyatakan perasaan. Banyak nilai hidup yang sulit dinyatakan dengan kata-kata, tetapi mudah dilukiskan dalam bentuk symbol. Bendera kebangsaan misalnya ditinjau dari bahan materinya hanyalah berupa potongan kain yang sangat murah harganya. Tetapi dilihat dari segi muatan nilai kerohaniannya, bendera kebangsaan itu adalah lambang kebesaran dan kehormatan bangsa yang amat mahal, tidak mungkin dengan harga berapa pun. Perang dapat terjadi hanya karena bendera kebangsaan suatu bangsa dirobek oleh bangsa lain. Pada upacara-upacara tertentu dilakukan pengibaran bendera kebangsaan dengan penuh khidmat dan hormat. Ini semua terjadi karena bendera kebangsaan merupakan lambang kebesaran dan kehormatan bangsa itu.
Manusia sebagai makhluk bersimbol tidak dibenarkan membuat sendiri simbol-simbol untuk mencerminkan keyakinan dan sikap tunduk serta ketaatan kepada Allah. Untuk melembangkan tauhid beribadah hanya tertuju kepada Allah, dan menanamkan rasa kesatuan dan persaudaraan kemanusiaan. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS  membangun Ka’bah Al-Musyarofah bersama-sama dengan puteranya Ismail AS. Kisah Nabi Ibrahim AS membangun Ka’bah ini disebutkan di dalam Al-Qur’an:
 Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
( QS. Al-Baqarah – 127)
Setelah Ka’bah selesai dibangun, Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS untuk memelihara kesucian dan kebersihannya dari kotoran-kotoran lahir dan batin, bersih dari najis dan kemusyrikan, dan disediakan bagi orang-orang yang thawaf, I’tikaf, ruku, dan sujud.
Ka’bah inilah tempat ibadah yang mula-mula di bangun di muka bumi ini dan menjadi tempat bertemunya umat manusia serta merupakan tempat yang aman. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran – 96)
 Selain sebagai bangunan yang pertama kali di bumi ini, Ka’bah juga memiliki keistimewaan-keistimewaan antara lain:
  1. Ka’bah barada pada garis lurus dengan bait Al-Makmur, yaitu pusat ibadah para Malaikat.
  2. Jika memandangnya dengan khidmat kita mendapat ketenangan, terutama dengan membaca:
    “Ya Allah, Engkau Maha Damai, dan dari Enkau-lah kedamaian, maka berilah aku kehidupan yang damai”.
  3. Selama 24 jam Allah menurunkan 120 rahmat di Ka’bah ini, yang 60 diberikan kepada mereka yang sedang thawaf, yang 40 diberikan kepada mereka yang shalat, dan 20 diberikan kepada mereka yang sedang memandangi Ka’bah

Hikmah Thawaf

Thawaf artinya keliling. Maksudnya mengelilingi Ka’bah baik berkaitan dengan Umrah atau Haji dan tidak berkaitan dengan keduanya yaitu thawaf sunat. Firman Allah:
 
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
(QS. Al-Hajj – 29)
Thawaf merupakan salah satu ibadah yang hanya dilakukan di Baitullah, yaitu mengeliling Ka’bah sebanyak 7 putaran di mulai dan akhir di Hajar Aswad. Thawaf membawa pesan maknawi berputar pada poros bumi yang paling awal dan paling dasar. Perputaran 7 keliling bisa diartikan sama dengan jumlah hari yang beredar mengelilingi kita dalam setiap Minggu. Lingkaran pelataran Ka’bah merupakan arena pertemuan dan bertemu dengan Allah yang dikemukakan dengan do’a dan dzikir dan selalu dikumandangkan selama megelilingi Ka’bah. Agar kita mengerti dan menghayati hakikat Allah dan manusia sebagai makhluk-Nya, hubungan manusia dengan pencipta dan ketergantungan manusia akan Tuhannya.
Itulah antara lain inti pernyataan dalam thawaf yang merupakan acuan dalam kehidupan kita setiap hari yang dicetuskan dalam bentuk dzikir, doa, tasbih, dsb yang terus melilit dan mengitari kehidupan manusia setiap hari dan minggu, berulang terus, bagai putaran thawaf yang tujuh, kita melakukan thawaf bagai diajak untuk mengikuti perputaran waktu dan peredaran peristiwa, namun tetap berdekatan dengan Allah, dengan menempatkan hamba-Nya yang penuh taat dan tunduk kepada Allah Yang Maha Agung, dengan tidak menentang aturan-Nya dan melaksanakan keinginan-Nya, Kepatuhan yang mutlak kepada aturan-Nya dalam semua situasi dan kondisi, seperti yang difirmankan Allah SWT:

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(QS. Ali Imran – 191)
 Dari sisi lain, Ka’bah merupakan symbol berkumpul (matsabtan). Orang berkumpul di Ka’bah dalam rangka melakukan thawaf, bukan hanya berkumpul secara fisik, tetapi roh dan jiwa bersatu, yaitu menghadap dan menuju Allah. Jadi, setiap orang thawaf diharapkan tidak hanya selalu mengelilingi Ka’bah dengan tidak menghayati pekerjaannya, tetapi mengkonsentrasikan perlakuan dan pernyataan kepada Allah dalam hadits dijelaskan:
Rasulullah SAW bersabda: “Hai Abi Hurairah, engkau akan menemukan orang yang lupa dan lalai ketika melaksanakan thawaf; thawaf mereka itu tidak diterima oleh Allah dan amal itu tidak diangkat Allah”.
Tentang thawaf 7 putaran, dapat dikemukakan bahwa angka 7 itu menunjukan pada jumlah yang cukup banyak, dan Allah menunjuk pada angka 7 itu untuk bilangan langit dan bumi, lebih dari itu 7 putaran itu memberi petunjuk pada 7 sifat Tuhan yang menjadi kesempurnaan dzat-Nya, yaitu sifat-sifat: Hayat, Ilmu, Iradat, Qadrat, Sama, Bashar dan Kalam.
Berputar mengelilingi berarti bergerak sebagai pertanda hidup. Hidup ini mulai dari kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan pada akhirnya kematian. Pada tumbuh-tumbuhan dimulai dari menanam, tumbuh, berbuah dan pada ujungnya mati. Matahari dan bulan terus berputar menandai terjadinya kisaran waktu, siang dan malam, menjadi ukuran hari, bulan, tahun, kurun dan seterusnya. Demikian juga kondisi kahidupan terus berputar diantara manusia, jatuh bangun, kaya miskin mewarisi kehidupan manusia silih berganti.
Selagi masih ada orang thawaf, maka kiamat tidak akan tejadi. Hari Kiamat baru akan terjadi manakala sudah tidak seorang pun yang thawaf mengelilingi Ka’bah dimana langit akan runtuh menimpa bumi.
Thawaf itu pada lahirnya ialah mengelilingi Ka’bah, bangunan dari batu-batu hitam, tetapi pada hakikatnya kita mengelilingi Yang Punya Bangunan itu, Rabbiul Bait Yang Maha Agung. Yang mengelilingi adalah batin kita, hati kita walau sudah diluar thawaf tetap sadar bahwa kita lahir di dunia atas kehendak Allah. Hidup kita selalu bersama Allah (ahya wa amut), dan pada akhirnya kita akan kembali kepada Allah SWT.

Hikmah Berihram

Berihram adalah niat, yaitu niat memasuki Ibadah Haji atau Umrah sebagai pemenuhan atas panggilan Allah SWT, memenuhi panggilan dengan penuh keyakinan; ditinggalkannya kampung halaman, ditinggalkannya rumah mewah, dilepaskannya pakaian kebesarannya yang menimbulkan persaingan dan perbedaan martabat, dipakainya pakaian ihram dua helai kain yang tidak berjahit, pakaian seperti kafan mayat yang akan dikubur. Ditinggalkan jabatan yang membuat sibuk sepanjang waktu, ditinggalkan bisnis yang meraih keuntungan materi yang tidak terhitung, menuju rumah Allah yang berupa tumpukan batu persegi empat, tidak ada keistimewaan apa-apa di rumah itu. Tetapi itulah rumah dambaan bagi setiap muslim, belum puas rasanya sebelum mengunjungi Baitullah itu. Sehingga rela meninggalkan rumahnya yang mewah, pakaian yang indah dan anak cucu kebangsawanan yang lekat pada dirinya yang menjadi kebanggaan sosial. Kini dia benar-benar pasrah kepada kehendak Allah, rela dan sabar menghadapi segala kesulitan.
  Talbiyah, Sebagai Panggilan Allah SWT

Talbiyah, Sebagai Panggilan ALLOH Swt.
 “Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku dating memenuhi panggilan-Mu, Aku dating memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku dating memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, ni’mat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”.
Talbiyah merupakan penggilan Allah kepada seseorang untuk senantiasa dengan ikhlas memenuhi panggilan Tuhannya, Menghadapi panggilan Allah, orang mukmin dengan sepenuh hati akan menyatakan :
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah”,
 Islam yang mengajarkan tauhid murni, mengajarkan juga agar orang yang bertauhid senantiasa dengan ikhlas memenuhi panggilan Allah. Hal ini berarti setiap orang yang bertauhid senantiasa bersikap tunduk kepada Allah SWT. jamaah haji yang mengumandangkan talbiyah melahirkan pernyataan tunduk mutlak kepada petunjuk-petunjuk Allah, atas dasar keyakinan secara sabar bahwa sikap demikian itu akan membawa keberuntungan bagi manusia itu sendiri. Orang yang mengumandangkan Talbiyah dengan berpakaian ihram melahirkan sikap_Tawadhu’ merendahkan diri terhadap ke-Maha Besaran Allah SWT, sekaligus melahirkan kesatuan kemanusiaan diantara sesama jamaah haji sebagai makhluk ciptaan Allah yang berkewajiban mangabdi kepada-Nya.

Hikmah Pakaian Ihram

Pakaian ihram laki-laki terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit. Warna tidak menjadi prinsip, tetapi yang menjadi prinsip adalah tidak berjahitnya itu. Hal ini dimaksudan pemakaiannya supaya melepaskan diri dari sifat-sifat buruk yang melekat pada dirinya, seperti merasa bangga, suka pamer kemewahan, sombong atau takabur. Betapapun mahalnya bahan pakaian kalau hanya diselendangkan saja pada badannya tidak akan mempunyai nilai kemewahan, tetapi jika sudah dijahit menjadi baju jas misalnya, maka barulah mempunyai arti untuk sebuah kemewahan. Tujuan lebih jauh ialah agar timbul rasa merendahkan diri dan hina dihadapan Tuhannya, dan rasa tidak memiliki apapun serta kekuatan apapun bagaikan bayi yang hanya dikenakan kain yang tidak berjahit, kecuali kain popok. Pakaian ihram juga mengingatkan pemakaiannya bahwa ketika lahir tidak seutas benangpun yang yeng melekat dibadannya dan kelak ketika meninggal dunia maka pakaian yang melekat di badannya hanya kain putih yang tak berjahit sebagai pembungkusnya.
Kemewahan pakaian dapat membangkitkan sikap hidup arogan atau sombong, yang ada pada akhirnya akan menjauhkan diri dari orang lain, tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak mau mendengarkan apa kata orang dan lebih celaka lagi kalau tidak mau mendengarkan firman Allah atau sabda Rasulullah SAW. Sikap hidup yang demikian itulah yang membawa dirinya ke jurang kehancuran. Bukankah iblis diadzab Allah karena kesombongan, juga Namrudz, Fir’aun, dan Qarun. Berpakaian seperti yang telah ditentukan dalam rangka Ibadah Haji dan Umrah memberikan sentuhan-sentuhan yang lembut pada hati seseorang, sehingga dia sadar bahwa kesombongan itu akan berakhir pada kehancuran. Jika seseorang jatuh karena kesombongannya, maka sorak-sorak orang banyak ditujukan kepadanya dengan caci maki dan berbagai kutukan. Dalam sebuah Hadits Qudsy Allah berfirman: “Wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan. Akulah yang memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang, Aku-lah yang memberi pakaian”.
Pada dasarnya mengenakan pakaian ihram adalah menanggalkan perhiasan dunia, yang penuh gemerlap dan cobaan. Allah berfirman:

 Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(QS. Ali Imran : 14)
Mengenakan pakaian ihram merupakan ketentuan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang menunaikan ibadah haji atau umrah, juga memiliki makna bagi pendidikan rohani, yaitu hakikat manusia itu. Allah hanya melihat iman, amal dan taqwa seseorang tanpa membedakan identitas dan strata sosial. Dalam hadits Rasulullah menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada identitas (sosial) dan tidak pula kepada harta mu, akan tetapi Allah melihat hati kamu dan amal-amalan kamu”. (HR. Muslim)
Dan dalam firman Allah SWT:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al-Hujurat : 13)
Perjalanan haji merupakan perjalanan yang mulia dan suci di hadapan Allah SWT, karena tujuan perjalanan itu sendiri demikian suci, yakni akan menjadi tamu Yang Maha Suci dan dilaksanakan di tempat yang suci. Yakni Makkah Al-Mukarramah. Oleh karena itu, orang yang berihram sebenarnya sedang mensucikan dirinya dari berbagai hal yang dilarang. Sikap suci ini harus dimiliki oleh orang-orang yang akan bertamu kepada Allah SWT di Tanah Haram. Orang kafir tidak diperbolehkan memasuki kawasan itu. Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis,, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(QS. At-Taubah : 28)
Orang musyrik (kafir) yang kotor hatinya, karena tidak beriman, tidak pantas berdekatan dengan Allah SWT, di rumah Allah. Orang yang datang ke rumah Allah (Baitullah) adalah orang yang suci hatinya dan penuh keimanan dan ketaatan kepada Allah.

Hikmah Mengerjakan Ibadah Haji

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada semua Rasul-Nya sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW. Agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah mata rantai terakhir agama Allah yang telah disempurnakan-Nya, sebagai nikmat Allah yang paling sempurna bagi manusia, dan diridhai-Nya menjadi anutan umat manusia sepanjang masa. Islam yang disampaikan oleh semua Rasul Allah mengajarkan bahwa hanya Allah sajalah Tuhan yang mencipta, mengatur dan memelihara semesta alam. Hanya Allah sajalah Tuhan yang berhak disembah. Inilah ajaran tauhid yang merupakan landasan aqidah yang dibawa oleh semua Rasul Allah.
Ibadah haji dalam syari’at islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW mengajarkan upacara-upacara peribadatan yang sangat jelas hubungannya dengan syari’at islam yang disampaikan Nabi Ibrahim AS. Hal ini meyakinkan kepada umat Islam bahwa agama yang dianutnya bukan agama yang sama sekali baru, tetapi agama yang merupakan kelanjutang dari pada agama yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahim AS yang mengajarkan tauhid, meng-Esakan Allah, tercermin dalam bacaan talbiyah yang dikumandangkan jamaah haji.
Setelah mengenakan pakaian ihram dalam perjalanan menuju Masjidil Haram. Ibadah haji merupakan wujud nyata dari persaudaraan antara muslim sedunia, haji merupakan mu’tamar tahunan atau silaturahmi akbar, dimana mereka dapat bertukar pengalaman, menyatukan visi dan persepsi, program dan acuan untuk memajukan Islam di negeri masing-masing setelah mereka kembali dari ibadah hajinya. Pertemuan itu akan dapat menghilangkan perbedaan-perbedaan sistim politik yang dianutnya atau perbedaan madhzab, baik yang menyangkut aqidah maupun ibadah. Dilihat dilapangan maka dalam pelaksanaan ibadah haji tidak pernah terjadi perselisihan diantara mereka yang berbeda mahdzab, masing-masing berjalan tanpa anggapan bahwa dirinya yang benar dan orang lain itu salah. Sungguh betapa besar nikmat ibadah haji bagi kaum muslimin. Pertemuan itu sungguh sangat berarti walaupun hanya diwakili oleh utusan yang memiliki kemampuan, baik secara ekonomi maupun pengetahuan akademiknnya. Dan petemuan tersebut dapat diperoleh rumusan-rumusan yang memberikan manfaat bagi upaya pencapaian kebahagiaan manusia itu sendiri dalam hidupnya di dunia dan di akhirat.
Berhaji, sebagai ketaatan memenuhi panggilan Nabi Ibrahim AS dan hikmah manfaatnya, dijelaskan oleh firman Allah SWT:

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh,
supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan  atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
 ( QS Al-Hajj : 27-28)
 Pada dasarnya, manfaat yang perlu diraih oleh jamaah haji itu adalah untuk kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam kehidupan duniawi umat islam mampu bersaing dengan yang lainnya dan di akhirat tentu akan memperoleh limpahan ridha dari Allah SWT. Rasulallah SAW besabda:
 “Islam luhur dan tiada yang menyamai atasnya”. (HR. Ad Daraquthni dan Al Baihaqi)
Tentang keutamaan ibadah haji, dijelaskan oleh Hadits yang menerangkan:
Nabi SAW, ditanya: “Amal apa saja yang paling utama?” Beliau berkata: “ Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”, dikatakan: “kemudian apa?” Nabi berkata: :Jihad pada jalan Allah”, dikatakan lagi: “Kemudian apa?” Nabi berkata: “ Haji yang mabrur”. (Mutaffaq ‘Alaih)
Melaksanakan ibadah haji sebagai perutusan Allah SWT, dijelaskan oleh sabda Rasulullah SAW:
 “Perutusan Allah itu ada tiga: “Orang yang berperang, orang yang berhaji dan orang yang berumrah”. (HR. An Nasai dan Ibnu Hibban)

Hikmah Disyariatkan Ibadah Haji

Diantara kandungan ajaran islam adalah syari’at, yakni aturan-aturan yang berupa perintah dan larangan, baik yang didasarkan pada Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantara syari’at itu ada yang bersifat ibadah, yang dalam hal ini tidak boleh direkayasa oleh siapapun. Sebab, ia merupakan perintah khusus dari Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan tata cara pelaksanaan yang telah ditentukan seperti Shalat, Zakat, Puasa, Haji, dan sebagainya.
Bila Allah SWT  memberikan suatu syari’at, yakni perintah dan larangan tentu ada hikmah atau makna yang menjadi motivasi atau penyebab, mengapa hal itu diperintahkan? Atau mengapa hal itu dilarang?.  Tidaklah patut bagi Allah, jika ia memerintahkan kita untuk melaksanakan shalat, haji dan sebagainya. Kalau memang tidak ada hikmah atau makna yang perlu ditangkap. Sehingga berbagai pekerjaan ibadah itu dilakukan tidak hanya sekedar dilaksanakan saja.
 Firman Allah SWT:

 Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.
(QS. Al-Haj : 32)
Dalam Kenyataan, ibadah banyak dipraktekkan sebatas melaksanakan perintah, belum dipahami apa kandungan makna dan pesan dari berbagai bentuk atau symbol-simbol ibadah yang dilakukan itu. Misalnya, mengapa ketika shalat harus menghadap Ka’bah? Mengapa kita diperintahkan untuk berhaji ke Makkah? Mengapa ketika berhaji kita harus Thawaf, Sa’I, Wukuf dan sebagainya? Hal-hal yang semacam itu itu, sekalipun merupakan ibadah murni (Mahdhah), tentu hal itu ada pesan-pesan dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
Dalam berbagai amaliyah haji, kadang-kadang sulit bagi akal manusia untuk menemukan atau mengungkapkan berbagai makna dan hikmah yang tersirat di dalamnya, bahkan sepintas terlihat ada sebagian yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan pikiran yang normal, misalnya memotong rambut, berlari kecil ketika sa’i dan sebagainya. Memang terkadang sebagian pekerjaan haji ada yang diperlukan hanya berupa ibadah murni (mahdhah), yakni karena semata-mata perintah Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam hadits :
“Aku datang berhaji yang benar-benar merupakan pengabdianku (ibadah) dan perhambaanku (kepada Allah).” (HR. Al-Bazzar dan Thabrani)
Kata ta’abbu dan warriqa, artinya pengabdiab (ibadah) dan penghambaan kepada Allah diatas hanya ditemukan dalam urusan ibadah haji yang menunjukan aspek ubudiyah yang tertinggi dan membuat ia lebih diutamakan dari pada ibadah lainnya.
Kewajiban Ibadah Haji mengandung banyak hikmah besar dalam kehidupan rohani seorang Mukmin, serta mengandung kemaslahatan bagi seluruh umat islam pada sisi agama dan dunianya. Diantara hikmah itu adalah :
  1.  Haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah SWT semata. Orang yang menunaikan haji meninggalkan segala kemewahan dan keindahan, dengan mengenakan busana ihram sebagai menifestasi kefakirannya dan kebutuhannya kepada Allah SWT, serta menanggalkan masalah duniawi, dan segala kesibukan yang dapat membelokannya dari keikhlasannya menyembah Tuhannya. Dengan berhaji, seorang muslim menampakkn keinginan untuk mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya. Ketika wukuf di Arafah, ia tunduk dihadapan Tuhannya, bersyukur atas seluruh nikmat dan keutamaan yang dianugerahkan kepadanya seraya memohon ampun atas dosa-dosanya, baik dosanya sendiri maupun dosa keluarganya. Di dalam Thawaf di sekeliling Ka’bah ia berlindung disamping tuhannya, memohon perlindungan dari dosa, hawa nafsu dan godaan syetan.
  2.  Melaksanakan kewajiban haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang diterima manusia di dunia. Dalam haji ungkapan syukur atas kedua nikmat terbesar yang diterima manusia di dunia. Dalam haji ungkapan syukur atas kedua nikmat terbesar ini dicurahkan, dan dalam haji pula manusia melakukan perjuangan jiwa raga, menafkahkan hartanya dalam rangka mentaati, serta mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tentu mensyukuri nikmat adalah kewajiban yang diakui oleh akal yang sederhana sekalipun dan diwajibkan oleh syariat agama.
  3.  Haji menempah jiwa agar memiliki semangat juang yang tinggi. Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran, daya tahan, kedisiplinan, dan akhlak yang tinggi agar manusia saling menolong satu sama lain. Mereka yang menunaikan ibadah haji telah menempuh perjalanan yang sulit untuk berkumpul di Makkah, kemudian bergerak bersama pada hari ke 8 bulan Dzulhijjah guna melakukan manasik haji. Mereka bergerak dan menunaikannya secara bersama pula. Mereka semua diliputi dengan kesenangan hati. Tidak memperdulikan kesesakan dan tidak merasa tergangu oleh beratnya perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Haji merupakan perkemahan rabbani, yang digerakkan dan disetir oleh penuntun rohani dari Yang Maha Kuasa, yang secara sukses mengatur beratus-ratus ribu bahkan berjuta-juta manusia. Kekuatan manusia tentulah akan gagal dalam mengatur pekerjaan raksasa semacam ini. Melihat hal tersebut orang yang memiliki nalar jernih, akan berpikir dan percaya bahwa jalan islam adalah jalan dan tujuan perjuangan umat dalam kehidupan. 
  4. Umat islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul pada pusat pengendali roh dan kalbu mereka. Satu sama lain saling menyapa dan saling mengasihi. Di sana segala perbedaan antara manusia menjadi sama: perbedaan antara kaya dan miskin, antara jenis kelamin dan warna kulit maupun ras dan suku bangsa. Mereka semua bersatu dalam suatu konferensi manusia yang terbesar, yang diwarnai kebaikan, kebijakan dan permusyawarahan, serta sikap saling menasehati, saling menolong dalam kebaikan. Tujusn utamanya adalah meningkatkan diri hanya kepada Allah SWT. 
  5. Haji menyimpan kenangan di hati, mampu membangkitkan semangat ibadah yang sempurna dan ketundukan tiada henti kepada perintah Allah SWT. Haji juga mengajarkan keimanan yang menyentuh jiwa dan mengarahkannya pada Tuhan dengan sikap taat dan menghindar kesenangan duniawi.

Pengertian Hikmah

Hikmah adalah makna yang terkandung dalam amalan fisik atau rahasia yang tersirat dibalik amalan fisik, atau lebih jauh maknanya mengungkap hakikat dari amalan syariat. Syariat adalah amalan zahir, Hakikat adalah intinya. Seperti garam hakikatnya adalah air laut. Jika setiap amalan menyatu antara syariat dan hakikat akan mewujudkan hasil yang menakjubkan. Agar ibadah haji dapat meningkatkan kualitas keimanan seseorang maka hikmah haji ini selayaknya dicermati oleh setiap orang yang menunaikannya.
Maka, hikmah adalah makna hakiki dan praktik ilmu dan amal suatu ibadah. Rasulullah SAW menjelaskan:
 “Dapat menduduki kedudukan raja (penguasa)”. (HR. Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Addi)
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
(Al-Baqarah : 269)
Maksudnya, bukan berarti manusia pada posisi fatalistic, akan tetapi karena manusia dalam meraih hikmah perlu mengembalikan dirinya kepada Allah SWT, dengan tawakkal yang hakiki melalui ilmu dan amal yang dilakukan oleh jasmani dan rohaninya.

Muqoddimah

Haji adalah salah satu rukun islam yang ke 5 (lima) yang diwajibkan oleh Alloh SWT kepada orang-orang yang mampu menunaikanya, yakni memiliki kesanggupan biaya serta sehat jasmani dan rohani untuk menunaikan perintah tersebut. Allah SWT berfirman:

Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim ; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah . Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
 (QS. Ali-Imran : 97)
Melaksanakan kewajiban haji, hanya sekali seumur hidup. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW Bersabda:
“Hai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepadamu, maka laksanakanalah haji, Seorang laki-laki berkata, Apakah setiap tahun Ya Rasulullah? Rasulullah terdiam, hingga laki-laki itu bertanya tiga kali, lalu Nabi menjawab, “Andai kukatakan wajib setiap tahun maka ia menjadi wajib dan kamu tidak akan mampu mengerjakannya.” (HR Muslim, Ahmad dan Nasa’i
Kewajiban melaksanakan haji ini baru disyariatkan pada tahun ke-VI hijriyah, setelah Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah. Nabi sendiri hanya sekali melaksanakan haji yang kemudian dikenal dengan sebutan Haji Wada’. Kemudian tak lama setelah itu, beliau wafat.
Mengerjakan adalah pekerjaan yang sangat mulia dan terpuji. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang melaksanakan haji karena Allah, tidak melakukan rafats (berkata-kata kotor) dan tidak fusuq (durhaka), maka ia kembali suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim)
Diamping melaksanakan ibadah ritual murni, ibadah haji memberikan pesan dan kesan terhadap perjalanan kehidupan seseorang. Berbagai amaliyah haji dihayati memberikan makna dan kesan yang dalam. Amaliyah ibadah haji itu diresapi dan dikerjakan tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Allah Yang Maha Bijaksana. Itulah agaknya yang membuat isteri Rasulullah SAW, Siti Aisyah tak mau ketinggalan untuk mengerjakan ibadah haji setiap tahun. Dalam Hadits riwayat Aisyah ra. Dijelaskan:
“Aisyah ra. Berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Tidaklah kami ikut berperang dan berjihad bersamamu?” Rasulullah menjawab, “Tetapi jihad yang lebih baik dan sempurna, yaitu mengerjakan haji, haji mabrur” Aisyah berkata, :Sejak itu aku tak pernah meninggalkan haji(setiap tahun), setelah mendengar berita ini dari Rasulullah”. (HR Bukhari)
Memang, bagi seorang jamaah haji berbedanya tahun ia pergi, berbeda pula kesan maknawi haji yan ia peroleh. Bahkan, diantara sesame jamaah sekalipun dalam waktu dan tempat yang besamaan, kesannya selalu berbeda. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS 22:28)
Dengan mengerjakan haji seseorang akan dapat mengambil berbagai I’tibar dan manfaat, baik yang bersifat materi ataupun hal-hal yang bersifat maknawi. Yang kedua inilah yang biasanya lebih berkesan dan menambah ketaqwaan serta keimanan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah haji. Allah SWT mewajibkan berbagai syariat dan larangan yang tidak lepas dari adanya hikmah, bai yang tersurat maupun yang tersirat.

0 komentar:

Posting Komentar

BERSYUKURLAH KEPADA SUAMI karena ALLOH,,,,,,,,,,,,,,,,

 o0o_بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم_ oOo BAHAGIA itu,,, sangat SEDERHANA (31) oOo السلام عليكم ورحمة الله وبركاته oO...