1. Ketika khutbah, Khatib hendaknya berdiri ketika menyampaikan kedua khutbahnya, jika mampu, lalu memisahkan keduanya dengan duduk.
Hal itu karena menurut riwayat Muslim dalam Shahihnya, dari Jabir bin Samurah RA:
اَنَهُ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ خُطْبَتَيْنِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا، وَكَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا
Bahwasanya Nabi SA W menyampaikan dua khutbah seraya duduk di antara keduanya. Beliau fchutbah sambit berdiri.
Sedang menurut riwayat al-Bukhari (878) dan Muslim (861), dari Ibnu Umar RA, dia berkata:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَقْعُدُ ثُمَّ يَقُوْمُ كَمَا تَفْعَلُوْنَ اْلاَنَ
Nabi SA W berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, kemudian berdiri lagi, seperti yang kamu lakukan sekarang.
2. Letak khutbah tidak boleh sesudah shalat.
Karena sebagaimana kita tahu, kita wajib mengikuti sejumlah hadits-hadits yang diriwayatkan, mengenai Jum'at, dan juga ijmak kaum muslimin atas hal itu.
3. Khatib hendaknya suci dari hadats kecil dan besar, dan dari najis yang tidak dimaafkan, baik mengenai pakaian, badan maupun tem¬patnya, dan juga h«rus menutup aurat.
Karena khutbah itu seperti halnya shalat. Maksudnya, karena dua khutbah
itu merupakan pengganti dari dua rakaat Zhuhur, maka untuknya
dipersyaratkan hal-hal yang dipersyaratkan untuk shalat, seperti
thaharah dan lain sebagainya.
4. Rukun-rukun khutbah hendaknya disampaikan dengan bahasa Arab.
Jadi, khatib wajib menyampaikan khutbahnya dengan bahasa Arab, sekalipun
hadirin tidak me'ngerti. Kalau di masjid itu sama sekali tidak ada yang
mengerti bahasa Arab, padahal ada kesempatan untuk mempelajarinya, maka
mereka semua berdosa dan Jum'at mereka tidak sah, bahkan mereka wajib shalat Zhuhur.
Adapun kalau tidak ada kesempatan belajar bahasa Arab, maka rukun-rukun
khutbah boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa saja. Dan meskipun
begitu, Jum' atnya tetap sah.
5. Berturut-turut (muwalat) di antara rukun-rukun khutbah, dan juga
antara khutbah yang pertama dan kedua, dan antara khutbah kedua dengan
shalat.
Kalau terpisah cukup lama menurut 'uruf, antara khutbah per¬tama dan
kedua, atau antara kedua khutbah itu dengan shalat, maka khutbah tidak
sah. Kalau mungkin diulangi lagi, maka itu wajib di¬tempuh. Dan kalau tidak mungkin, maka shalat Jum'at itu diganti Zhuhur.
6. Rukun-rukun dari kedua khutbah itu hendaknya bisa didengar oleh sedikitnya empat puluh orang lelaki, yang oleh karenanya Jum'at wajib diselenggarakan.
Selanjutnya, ada rukun-rukun yang wajib dipenuhi oleh kedua khutbah ini, yaitu:
7. Memuji Allah Ta'ala (tahmid) dengan susunan kata apapun.
8. Bershalawat atas Nabi SAW dengan susunan shalawat mana saja,asal
dengan menyebut nama beliau yang jelas, seperti: an-Nably atau ar-Rasul
atau Muhammad. Jadi, tidak cukup dengan hanya menye¬but kata-ganti (dhamir)nya saja dari namanya yang jelas.
9. Berpesan supaya bertakwa, dengan kata-kata atau susunan mana saja,
Ketiga rukun tersebut di atas adalah rukun-rukun dari masing- masing dua khutbah, yang tanpa itu maka khutbah tidak sah.
10. Membaca satu ayat dari al-Qur'an pada salah satu dari kedua khut¬bah.
Di sini dipersyaratkan, agar ayat yang dibaca itu ayat yang bisa
difahami dan jelas artinya. Jadi, tidaklah cukup dengan membaca ayat
yang terdiri dari huruf-huruf penggalan pada awal beberapa Surat
tertentu.
11. Mendoakan kaum mu'minin pada khutbah kedua, dengan kata-kata apa pun yang menurut 'uruf bisa disebut sebagai doa.
Fardhu Yang Kedua: Shalat Dua Rakaat Berjamaah.
Menurut riwayat an-Nasa'i (3/111), dari Umar RA, dia berkata:
صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكَعَتَانِ....عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shalat Jum'at itu dua rakaat menurut sabda Nabi Muhammad SAW,
Dan dinyatakan pula dalam hadits riwayat Abu Daud tersebut di atas:
اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ
Shalat Jum 'a t itu kewajiban yang wajib atas setiap muslim dalam suatu jamaah....
Dan dengan demikian, maka terjadilah ijmak.
Untuk bisa disebut mengalami jamaah, sebenarnya hanya dipersya¬ratkan
mengalami, satu rakaat saja dari shalat Jum'at. Artinya, kalau bisa
mengejar satu rakaat, maka Jum'at seseorang sah. Tapi kalau tidak,
maka4iarus dialihkan menjadi shalat Zhuhur. Lain dari itu, dipersyarat-
kan pula, ma'mun tidak kurang dari 40 orang lelaki yang patut menye¬lenggarakan shalat Jum'at.
Maka dari itu, seandainya ada ma'mum yang tertinggal (masbuq). Dia hanya
bisa mengikuti imam pada rakaat kedua, maka Jum'atnya masih sah.
Sesudah imam salam nanti, dia
berdiri, dan tinggal menye¬lesaikan satu rakaat lagi saja. Adapun kalau
ma'mum itu hanya bisa mengejar imam setelah bangkit dari ruku' pada
rakaat kedua, maka tidak lagi ia mengalami shalat Jum'at. Dan setelah
imam salam nanti, ia wajib menyelesaikannya sebagai shalat Zhuhur.
Dan juga dengan demikian, kalau ada suatu jamaah yang ma'mum kepada
seorang imam dalam shalat Jum'at. Mereka telah menyelesaikan satu rakaat
bersama imam, namun kemudian terjadilah suatu sebab yang mengakibatkan
jamaah itu -atau sebagainya- memisahkan diri imam, dan masing-masing
menyelesaikan shalatnya sendiri-sendiri, maka Jum'at mereka sah. Adapun
kalau sebab itu datang sebelum me-x nyelesaikan rakaat yang pertama,
maka shalat mereka tidak sah sebagai Jum'at, dan mereka harus merubahnya
menjadi shalat Zhuhur.
Adapun dalil dari hal-hal tersebut di atas ialah sebuah hadits riwa¬yat
an-Nasa'i, Ibnu Majah dan ad-Duruquthni, dari Ibnu Umar RA, dia berkata:
Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ اَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ صَلاَةِ الْجُمُعَةِ وَغَيِْرِهَا، فَلْيُضِفْ اِلَيْهَا اُخْرَى، وَقَدْ تَمَّتْ صَلاَتُهُ
Barangsiapa mengalami satu rakaat dari shalat Jum'at atau lainnya, maka
hendaklah ia menambahkan kepadanya rakaat yang lain, sedang shalatnya
sah.
Sumber :http://islamiwiki.blogspot.com/2012/10/fardhu-dan-wajib-dilakukan-pada-shalat.html#.UcWvKtifW7w
0 komentar:
Posting Komentar